*OM SWASTIASTU* selamat datang di website ikatan keluarga besar trisakti hindu

Live From Twitterland

   

LIMA FUNGSI UTAMA PURA BESAKIH

PURA Besakih, pura terbesar di Bali, memiliki kedudukan amat utama dalam kehidupan beragama Hindu di Bali. Pura tempat dilangsungkannya upacara Panca Bali Krama tiap 10 tahun dan upacara Eka Dasa Rudra tiap 100 tahun ini memiliki banyak fungsi. Ada lima fungsinya yang paling utama...
Pertama, sebagai huluning Bali Rajya. Dalam Lontar Padma Bhuwana, Pura Besakih dinyatakan sebagai huluning Bali Rajya, hulunya daerah Bali. Pura Besakih sebagai kepalanya atau menjadi jiwanya pulau Bali. Hal ini sesuai dengan letak Pura Besakih di bagian timur laut Pulau Bali. Timur laut adalah arah gunung dan arah terbitnya matahari dengan sinarnya sebagai salah satu kekuatan alam ciptaan Tuhan yang menjadi sumber kehidupan di bumi. Pura Besakih adalah hulunya berbagai pura di Bali.
Pura Penataran Agung hulunya Pura Desa di desa pakraman. Pura Basukian hulunya Pura Puseh, Pura Dalem Puri hulunya Pura Dalem di tiap desa pakraman di Bali. Pura Pesimpangan dengan Pelinggih Limas Catu yaitu Pelinggih Gedong dengan.atapnya lancip sebagai hulunya palinggih Pesimpangan Besakih yang umumnya ada di tiap merajan gede keluarga di Bali. Pura Ulun Kulkul hulunya kulkul di Bali. Pura Jenggala hulunya Pura Prajapati di Bali. Demikian seterusnya, berbagai kompleks di Pura Besakih sebagai hulu berbagai pura di Bali.
Kedua, Pura Besakih sebagai pura Rwa Bhineda. Dalam konsep Rwa Bhineda, Tuhan dipuja sebagai pencipta dua unsur alam semesta yaitu unsur purusa dan unsur pradana. Purusa artinya jiwa, pradana artinya badan material. Semua makhluk hidup tercipta dari dua unsur tersebut. Demikian juga alam semesta berputar sesuai dengan hukum alam (rta) karena adanya dua unsur tersebut. Tuhan sebagai jiwa alam semesta disebut Brahman. Sedangkan Tuhan sebagai jiwa makhluk hidup disebut Atman.
Pura yang tergolong pura Rwa Bhineda adalah Pura Besakih sebagai Pura Purusa dan Pura Batur sebagai Pura Pradana. Kalau purusa kuat bertemu dengan pradana maka pencitaan akan terus berlanjut dengan baik. Pemujaan Tuhan di Pura Purusa dan Pradana untuk memotivasikan umat manusia agar mengupayakan kehidupan yang seimbang antara kehidupan mental spiritual dan kehidupan fisik material.
Bangunan yang paling utama di Pura Besakih adalah Pelinggih Padma Tiga yang terletak di Penataran Agung. Pelinggih Padma Tiga itu terdiri atas tiga bangunan berbentuk padmasana berdiri di atas satu altar. Di Pelinggih Padma Tiga ini, menurut Piagam Besakih, Tuhan dipuja sebagai Sang Hyang Tri Purusa (Tiga Manifestasi Tuhan sebagai jiwa alam semesta). Tri artinya tiga dan purusa artinya jiwa. Tuhan sebagai Tri Purusa adalah jiwa agung tiga alam semesta. Sebagai jiwa Bhur Loka alam bawah Tuhan disebut Siwa atau Iswara. Sebagai jiwa dan alam tengah atau Bhuwah Loka, Tuhan disebut Sadha Siwa dan sebagai jiwa agung alam atas atau Swah Loka; Tuhan disebut Parama Siwa atau Parameswara.
Bangunan padma paling kanan sebagai sarana memuja Sang Hyang Parama Siwa yaitu Tuhan sebagai jiwa Swah Loka. Bangunan ini biasa dihiasi busana hitam. Karena, alam yang tertinggi (swah-loka) tak terjangkau sinar matahari, sehingga berwarna hitam. Warna hitam dalam konsep Tri Murti sesungguhnya hijau simbol Dewa Wisnu. Bangunan padma yang terletak di tengah adalah lambang pemujaan terhadap Sang Hyang Sadha Siwa, artinya, Tuhan yang menjiwai Bhuwah Loka (alam tengah) dengan busana putih. Warna putih adalah lambang akasa atau alam atmosfis.
Bangunan padma bagian kiri lambang pemujaan Sang Hyang Siwa yaitu Tuhan Sebagai Jiwa Bhur Loka dengan busananya merah. Di Bhur Loka inilah Tuhan meletakkan ciptaan-Nya berupa stavira (tumbuh-tumbuhan), janggama (hewan) dan manusia. Pelinggih Padma Tiga sebagai sarana pemujaan Tuhan sebagai jiwa Tri Loka (Bhur Loka, Bhuwah Loka dan Swah Loka). Hal ini menyebabkan Pura Besakih sebagai Pura Purusa dalam konsep Pura Rwa bhineda. Purusa dan pradana sering dipersepsikan dalam posisi laki dan perempuan atau positif dan negatif. Dalam konsepsi Rwa-bhineda, Pura Besakih sebagai Pura Purusa sedangkan Pura Batur sebagai Pura Predana.
Ketiga, sebagai pura Sad Winayaka. Pura yang didirikan berdasarkan konsepsi Sad Winayaka itu melahirkan Pura Sad Kahyangan di Bali. Sedikitnya ada sembilan lontar yang menyatakan keberadaan Sad Kahyangan di Bali itu berbeda-beda. Namun, Seminar Kesatuan Tafsir terhadap Aspek-aspek Agama Hindu menetapkan Sad Kahyangan yang dijadikan pegangan di Bali adalah menurut Lontar Kusuma Dewa. Alasannya, Sad Kahyangan itu dibangun saat Bali masih satu kerajaan. Setelah Bali menjadi sembilan kerajaan, masing-masing kerajaan memiliki sad kahyangan menurut pandangan masing-masing kerajaan. Hal itu tidak keliru karena itu merupakan kedaulatan masing-masing kerajaan. Pendirian Pura Sad Kahyangan itu untuk memotivasikan umat secara spiritual agar melestarikan Sad Kertih yaitu Atma Kertih (penyucian jiwa Atman), Samudra Kertih (menjaga kelestarian laut), Wana Kertih (menjaga kelestarian hutan), Danu Kertih (menjaga kelestarian sumber-sumber air), Jagat Kertih (menjaga kualitas kehidupan bersama yang dinamis harmonis dan produktif), Jana Kertih (menjaga kehidupan individual yang berkualitas).
Keempat, sebagai pura Padma Bhuwana sebagaimana telah dinyatakan, Bali sebagai Padma Bhuwana oleh Mpu Kuturan. Artinya Bali sebagai simbol alam semesta stana Tuhan Yang Mahaesa. Keberadaan Tuhan di seluruh alam semesta ini di Bali divisualisasikan ke dalam wujud sembilan pura yang ada di sembilan penjuru angin Pulau Bali. Seluruh penjuru alam semesta itu adalah sembilan arah yaitu di Timur Laut, Timur, Tenggara, Selatan, Barat Daya, Barat, Barat Laut, Utara dan Tengah. Pura yang didirikan di sembilan arah mata angin itu melambangkan bahwa Tuhan itu ada di mana-mana. Tidak ada bagian alam ini tanpa kehadiran Tuhan.
Kelima, sebagai lambang Alam Bawah dan Alam Atas. Pura Besakih adalah simbol alam semesta. Kompleks pura di Luhuring Ambal-Ambal lambang alam atas (Sapta Loka). Kompleks pura di Soring Ambal-Ambal adalah lambang Alam Bawah (Sapta Patala). Pura Besakih sebagai lambang bhuwana divisualisasikan dalam berbagai dimensi alam semesta. Ada yang divisualisasikan sebagai Ider Bhuwana, Tri Bhuwana dan Sapta Loka.


Sumber: Koran Tokoh No.533/Tahun X, 29 Maret - 4 April 2009, oleh I Ketut Wiana.