*OM SWASTIASTU* selamat datang di website ikatan keluarga besar trisakti hindu

Live From Twitterland

   

TIRTAYATRA

Pengertian tirtayatra
Tirtha-yatra berasal dari kata tirtha dan yatra. Tirtha berarti air suci, air kehidupan, atau nectar, tempat-tempat suci yang ada air sucinya dan lain-lain. Tirtha juga berarti orang-orang suci, sebab orang-orang suci umumnya berada di tempat-tempat suci yang ada air sucinya. Atau, orang-orang suci juga disebut sebagai tirtha karena orang-orang suci mempunyai kekuatan suci untuk menyucikan orang, seperti halnya kekuatan yang dimiliki oleh tempat-tempat suci dan/atau tirtha. Di Bali tirta berarti air suci yang sudah dimohonkan kepada Tuhan yang mana sudah menjadi wangsuh pada dari tuhan dan sudah mendapat berkat dari tuhan. Air itu walaupun dibuat dari air aqua atau air pancuran, tapi sudah melalui suatu proses upacara keagamaan atau spiritual tertentu sehingga tidak lagi menjadi air biasa, ia telah menjadi tirta.Tirta bisa juga berarti tempat suci. Di India ada tempat suci yang kesuciannya melebihi tempat suci yang lain. Tempat suci itu disebut  chardame. Char atinya empat dan dame artinya tempat yang sangat suci. Keempat tempat suci itu yaitu:1.      Bradrinat  yang ada di Himalaya tempat Rsi Wiasa bertapa. Goa tempat bertapa sampai sekarang masih ada.2.      Edarnat tempat pemujaan kepada dewa siwa3.      Jamuna Sri tempat munculnya sungai jamuna4.      Gangga Sri tempat munculnya sungai gangga.Siapun yang berhasil mengunjungi keempat tempat suci ini  kemoksaan atau pembebasan duniawai terjamin. Oleh karena itu sangat jarang ada orang berhasil kesana. Walaupun tempat ini melebihi tempat lain kesuciannya, namun pergi kesan tidak disebut Darmayatra tapi tetap disebut tirtayatra. Yatra berarti perjalanan. Jadi, tirthayatra berarti perjalanan suci mengunjungi tempat-tempat suci, perjalanan suci untuk menyucikan diri, perjalanan suci untuk bertemu dengan orang-orang suci, perjalanan suci untuk penyucian diri dari dosa-dosa. Kata tirtha secara tata bahasa Sanskerta disebutkan  berasal dari akar kata “tr” yang berarti “tiryate anena” (dengan mana diseberangkan), dengan mana orang diseberangkan dari lautan dosa.  Istilah lain yang mempunyai arti yang sama dengan tirthayatra adalah tirthatana, tirthabhigamana Orang-orang yang melakukan tirtayatra disebut tirtayatri  yang di India disebut yatri saja. Disamping tirtayatra ada istilah lain yang mirip dengan tirtayatra adalah dharmayatra. Dharmayatra biasanya lebih tepat untuk menyebutkan orang-orang yang melakukan perjalanan suci untuk menyebarkan dharma. Sebagai contoh perjalanan yang dilakukan Rsi Agastia yang datang ke Indonesia untuk menyebarkan ajaran dharma.
Tirtayatra merupakan yadnya agung yang sangat mulia,  oleh karena itu ia merupakan keharusan untuk dilakukan oleh setiap orang. Sebagai orang tua hendaknya memberi rangsangan kepada anak-anaknya untuk rajin secara teratur melakukan perjalanan tirtayatra. Pada anak-anak akan tersurat, terekam suatu kebahagiaan yang berbeda dengan kebahagiaan di rumah bila menonton T.V. Itu akan menjadi bekal hidupnya ke depan. Bagi yang kurang mampu (daridra) tetap bisa melakukan tirtayatra ke dalam diri karena dalam diri juga ada tirta. Jadi tirtayatra ke dalam diri ini berarti membersihkan diri ke dalam.
 Tahap persiapan:
Sehari sebelum berangkat bertirtayatra sebaiknya kita menyalakan dupa, melakukan “matur piuning” kepada beliau yang di tuju, mohon izin dengan cara “ngacep” dari jarak jauh atau dari rumah. Jika tidak melakukan ini maka walaupun kita sampai ditempat yang di tuju tidak akan mendapat berkah dari tampat suci itu. Disamping itu kita juga harus “matur piuning” kepada leluhur. Matur piuning kepada leluhur sangat penting karena leluhur akan menyertai kita dalam perjalanan ke tempat tirtayatra.
Yang tak kalah penting dalam persiapan yaitu persiapan terhadap kata-kata (wat), badan (kaya) dan pikiran (manah). Prabu menyebut persiapan ini dengan sebutan three in one. Jika dalam bertirtayatra ini memerlukan uang maka uang itu tidak boleh didapat dengan cara melanggar dharma dan tidak boleh didapat secara kredit.
 Tahap pelaksanaan:
Tirtayatra bukanlah perjalanan wisata biasa oleh karena itu hendaknya selama melaksanakan tirtayatra kendalikan apa yang disebut three in one. Misalnya perkataan dikendalaikan dengan menyanyikan lagu-lagu rohani seperti mekidung, bagjan, kirtanam dsbnya. Badan dikendalikan dengan menyanyi lagu-lagu rohani sambil bertepuk tangan. Sedangkan pikiran akan terkendali karena kita mendengar lagu-lagu rohani yang masuk kedalam pikiran.
Selama perjalanan kita tidak boleh membicarakan orang lain atau ngerumpi apa lagi menjelek-jelekan orang itu. Hindarkan pula berkata-kata atau bergurau atau bercanda yang kelewatan sehinga mengeluarkan kata-kata kotor atau kata-kata cabul dsbnya.
Setelah sampai di tempat yang dituju harus bersembahyang di tempat itu. Kalau di tempat itu ada tempat mandi, maka sebaiknya mandi. Jangan sesampai ditempat tirtayatra hanya foto-foto saja lalu pulang. Jika hal demikian yang dilakukan maka tidak ada manfaatnya bertirtayatra Di tempat tirtayatra kita harus mandi untuk meninggalkan kotoran batin dan bukan kotoran fisik. Dalam bertirtayatra yang kita mandikan bukan fisik tapi bathin kita.
Memasuki tempat bertirtayatra bagaikan masuk ketempat ruangan yang ber AC. Jika masuk ke ruangan yang ber AC terasa dingin atau sejuk maka seperti itulah tirtayatra itu seperti masuk dari daerah panas ke daerah dingin. Kita masuk ke tempat suci terasa dingin karena  mendapat getaran suci dari tempat suci.
Masuk ke tempat suci  bisa juga menyebabkan orang mengalami sakit bukan bermaksud untuk menyakiti orang itu tapi bermaksud membersihkan  orang itu dari problem-problem yang dialaminya. Perbersihan dari tempat suci ini lebih hebat dari pembersihan yang dilakukan dengan cara melukat yang biasa dilakukan di Bali .
Mereka yang melakukan tirtayatra  bisa dikatakan berhasil kalau selama pelaksanaan tirtayatra mereka mampu  melakukan minimal dua hal sbb:
1.       Dalam melaksanakan tirtayatra mereka yang makan tidak terlalu banyak, dapat mengendalikan indrianya, tidak mengembangkan kemunafikan, tilang tingkah lakunya tidak dibuat-buat, melepaskan diri dari  berbagai keterikatan keduniawian.
2.     Dalam melaksanakan tirtayatra mereka yang menjauhkan diri dari kemarahan, mereka yang kesadarannya bersih murni, mereka yang berbicara benar dan jujur, mantap dalam pelaksanaan sumpah-sumpah suci / brata-brata, mereka menghormati mahluk-mahluk lain sebagai menghormati dirinya sendiri.
Dalam melaksanakan tirtayatra usahakan melaksanakan tirtayatra dalam tingkatan satwa guna yaitu tirtayatra dalam tingkat kebaikan seperti tirtayatra demi penyucian diri, demi kebaikan leluhur supaya tenang di alam sana dan lahir menjadi orang yang lebih baik lagi. Jangan bertirtayatra dalam tingkat raja guna yaitu dalam tingkat kenafsuan seperti ingin mendapatkan cincin, keris dan ilmu kesaktian dsbnya. Jangan pula bertirtayatra dalam tingkat tama guna atau dalam tingkat kegelapan.
Yang sangat penting diperhatikan adalah selama bertirta yatra janganlah membawa daging sapi. Jika kita membawa daging sapi maka kita tidak akan mendapat apa-apa dalam bertirtayatra. Sapi adalah binatang yang sangat agung menurut weda, sapi hanya memakan rumput tapi sapi memberikan amerta kapada kita. Maka dari itu tidak sepantasnya kita membunuh sapi.
Bagi yang bertirtayatra bersama istri jangan melakukan hubungan suami istri selama bertirtayatra.
Paska bertirtayatra:
Setelah selesai bertirta yatra janganlah hasil tirtayatra ini dikotori dengan perbuatan-perbuatan kotor, atau pergi ke tempat-tempat kotor seperti ke tempat-tempat judi, mabuk-mabuk dan tempat PSK dsbnya. Kalau itu yang dilakukan maka akan menurunkan nilai dari tirtayatra itu, orang yang bertirtayatra seperrti itu tidak akan mendapat apa-apa.
Setelah bertirtayatra janganlah lalu menjadi orang aneh, tidak mau ini atau itu  karena menganggap diri sudah menjadi orang suci. Tidak hanya kunjungan ke India membuat orang menjadi suci.



Oleh Prabu Dharmayasa
Pada tanggal 2 Nopember 2008 Prabu Darmayasa memberikan darmawacana di Pura Sanggabuana Karawang. Prabu membagi darmawacananya dalam empat bagian yaitu, pengertian Tirtayatra, tahap persipan tirtayatra, tahap pelaksanaan tirtayatra dan paska tirtayatra.

JAPA MANTRA

Na tu mam sakyase drastum anenai’wa swacaksusa, Diwyam dadami te caksuh pasya me yogam aiswaram. Artinya: Tetapi engkau tak mungkin dapat melihat Aku dengan matamu sendiri ini, ini Aku berikan engkau mata suci, saksikanlah kekuatan-kekuata Ku sebagai Dewata (Bh.XI.8)
WEDA sebagai kitab suci merupakan pedoman hidup bagi setiap umat Hindu untuk mewujudkan kehidupan Moksartham jagadhitaya ca iti dharma. Sebagaimana halnya seorang pilot pesawat udara, maupun nahkoda kapal laut, menjadikan sebuah kompas sebagai pedoman untuk menentukan arah tujuan ke suatu tempat dengan aman dan selamat. Sebaliknya apabila pedoman tadi diabaikan, dapat dipastikan manusia akan kehilangan arah dan tujuan. Sesuatu yang baik dan benar dilaksanakan dengan sadar dan sungguh-sungguh akan berpahala kebahagiaan, dan apabila tidak dilaksanakan akan berpahala penderitaan. 

Hindu mengajarkan banyak cara dan jalan untuk mewujudkan kebahagiaan dalam hidup. Salah satu cara dan jalan tersebut adalah dengan mengucapkan Japa Mantra. Menurut Agni Purana sebagaimana dikutif oleh Sadguru Sant Keshavadas memberikan batasan pengertian Japa yaitu berasal dari suku kata “ja” artinya menghancurkan kelahiran dan kematian dan suku kata “pa “artinya menghancurkan semua dosa. Jadi japa adalah menghancurkan semua dosa dan meniadakan lingkaran kelahiran kematian serta membebaskan jiwa dari keterikatan duniawi. Japa juga berarti pengulangan mantra yang bersifat pikiran/mental. 

Mantra merupakan unsur terpenting dalam agama Hindu, karena setiap ada upacara keagamaan maupun sembahyang pasti akan terdengar mantra. Mengapa mantra merupakan unsur terpenting dalam agama Hindu? Jawabannya, karena mantra tersebut sangat diyakini mengandung kekuatan suci dan gaib. Konsep spiritual, mantra berasal dari kata “man “ dan “yantra “, yang artinya alat untuk melindungi pikiran. Pengucapan mantra bertujuan untuk melindungi pikiran dari berbagai macam godaan. Pikiran yang terlindungi dari kegiatan-kegiatan negatif akan dapat selalu diarahkan untuk memikirkan hal-hal yang bermanfaat dan senantiasa berjalan pada dharma, sehingga seseorang dengan cepat mendapatkan pencerahan spiritual. 
Pengertian mantra yang tidak kalah pentingnya adalah sebagai jampi yang kalau diucapkan dengan tekanan yang benar akan memberikan hasil untuk realisasi rohani atau keinginan keduniawian untuk kesejahteraan maupun kehancuran seseorang, tergantung dari motif untuk apa mantra itu diucapkan. Jadi Japa Mantra adalah pengulangan nama –nama Tuhan atau aksara-aksara Suci. 
Ada dua cara pengucapan japa yaitu dengan wacika / oral dan manacika pikiran/mental. Di dalam wacika terdapat dua macam, yang pertama Waikhari, dimana mantra-mantra diulang dengan gerakan bibir dan mengeluarkan suara, kedua Upamsu, mantra diulang-ulang dengan gerakan bibir tetapi tanpa mengeluarkan suara. Japa secara manasika adalah mantra diulang-ulang yang bersifat pikiran (japa mental). Dari berbagai methode pengulangan mantra, japa mental inilah yang dianggap paling mulia. Manu bersabda : “ Wacika sepuluh kali lebih bermanfaat dari kurban-ritualistik. Upamsu-japa adalah seratus kali lebih baik dan japa mental adalah seribu kali pahalanya. 
Untuk pemula, japa mental (manasika) memang sulit. Untuk menghancurkan kemalasan (guna tamas), seseorang harus mengikuti wacika japa, membersihkan nafsu ( guna rajas), seseorang harus melatih Upamsu. Dia yang pikirannya telah damai atau dipenuhi guna sattwam melakukan manasika japa. Tentu saja seseorang yang telah mencapai kesempurnaan bisa saja mempergunakan yang mana saja, tetapi bagi yang baru mulai, sebaiknya disiplin di atas ini diikuti dengan tetap melihat desa kala dan patra ( tempat, waktu dan keadaan) 
Untuk mendapatkan manfaat yang lebih tinggi dari japa mantra, ada beberapa hal yang harus diperhatikan dan dipersiapkan seperti faktor lingkungan, cara penggunaan japa-mala (tasbih), mantra yang digunakan untuk japa. Beberapa persyaratan ini diperlukan dan harus diperhatikan, mengingat yang diucapkan adalah mantra-mantra suci weda agar seseorang cepat memasuki tahap meditasi. 

SURYA NAMASKAR

One of the most famous yogic Asana is the Surya Namaskar which is a salutation to the sun. This Asana is performed generally at the time of sunrise, which according to the “Vedas” is considered to be the most ’spiritually favourable’ time of the day. You must always practice this Asana on a mat and not on the floor. 
The Surya Namaskar Asana is a series of various postures and breathing exercise. It is a whole workout in itself. A Surya Namaskar is done in the following way:
 In the first step, you should stand on a mat on the floor with your face in the direction of the sun. Both of your feet should be touching each other. Then, close your palms together at the level of the heart like when you say “Namaste”. Then, inhale and raise your arms with palms still in closed position, above your head and slowly bend backwards while bending your backbone backwards. 
In the third step, exhale slowly and bend forward while trying to touch the earth. Bend forward until your hands are in line with the feet and your head is touching your knees. 
Then, inhale and move your right leg back away from the body in a wide backward step. Put your hands and feet firmly on the ground, with the left foot between your hands and raise your head.
Stay in this position for few seconds and exhale. Then bring your left foot together with the right. Keep your arms straight and raise your hips and align your head with your arms, and try to form an arch.  Stay this way for few seconds and exhale. Then, lower your body to the floor until your feet, knees, hands, chest, and forehead are all touching the floor. Take a deep breath and raise your head upwards and bend backward as much as possible while keeping the rest of your body on the floor.  Then exhale and bring your left foot together with the right. Keep your arms straight, raise your hips and align the head with the arms, forming an upward arch. Again, take a deep breath and move your right leg backwards in a wide backward step. While keeping your hands and feet firmly on the ground, put your left foot between you hands and raise your head upwards. Then stand up straight and repeat the third step which is to exhale and touch your feet with your fingers while trying to bend as much as you can without bending your feet. Then repeat the second step, which is to inhale and close your palms near your heart and raise them above your head. Still in the same position, bend backwards as much as you can. And then go back to the first step which is to stand straight with both feet touching and palms closed like you are saying “Namaste”. 
Sumber: www.trainyoga.com 

YOGA ASANAS

Ribuan tahun yang lalu, para Yogi bermeditasi di hutan-hutan dan di gunung-gunung Himalaya dan dengan hati-hati memperhatikan binatang-binatang liar yang menyertai kesendirian mereka. Melalui pengamatan yang dalam, mereka mulai menemukan teknik-teknik yang telah diberikan oleh Alam ke dalam ciptaanNya untuk menjaga mereka agar tetap sehat, lincah dan waspada. Mereka telah menemukan bagaimana berbagai binatang secara instingtif menyembuhkan diri mereka sendiri, rileks, tidur dan tetap terjaga. Yogi-yogi ini bereksperimen dengan postur-postur hewan pada tubuh mereka sendiri dan setelah melalui banyak penyesuaian kembali melalui intuisi yang dalam, mereka akhirnya menciptakan sebuah rangkaian latihan fisik yang sistimatis yang dinamakan Asana. Banyak asana yang setelah ditemukan dinamai sesuai dengan nama binatang yang menginspirasikan mereka: Kobra, Belalang, Merak, Ikan, Dsb.
Asana secara harafiah berarti “ Gaya tubuh yang ditahan secara nyaman”. Selama gerakan-gerakan ini, tubuh tetap berada dalam keadaan efisiensi yang terrileksasi dan pernafasan yang dalam yang secara alamiah menyertai postur-postur ini membawa oksigen yang akan diserap ke dalam aliran darah. Asana mempengaruhi setiap aspek dari badan manusia; mereka merilekskan dan membentuk otot-otot dan sistim saraf, meregangkan ligamen-ligamen dan tendon-tendon yang kaku, melenturkan persendian dan memasage organ-organ internal.
Para Yogi menemukan bahwa simponi tubuh yang kompleks dikendalikan oleh kelenjar-kelenjar. Substansi-substansi kimia yang disekresikan oleh kelenjar-kelenjar ini oleh para ilmuwan dinamakan ‘Hormon’. Hormon mempunyai efek yang mendasar bagi fungsi-fungsi fisik dan mental; pertumbuhan, pencernakan, tingkat energi, emosi, dsb. Contohnya, thyroxine dosis tinggi, sekresi dari kelenjar thyroid, menjadikan orang yang sangat normal menjadi gugup dan mudah marah.
Psikologi Yogik telah dapat menggambarkan ke 50 kecenderungan (vrtii) dari pikiran manusia; rasa takut, malu, marah dsb., yang ditentukan oleh sekresi-sekresi kelenjar-kelenjar yang tersebar disekitar ketujuh pusat-pusat psikis atau cakra di sepanjang tulang belakang. Kelelahan mental adalah diakibatkan oleh efek yang mengacaukan dari kecenderungan-kecenderungan ini yang mencari ekspresi melalui berbagai aksi sehingga mengakibatkan ketidakseimbangan di dalam pikiran. Karena kecenderungan-kecenderungan ini diciptakan atau dirangsang oleh hormon-hormon yang dihasilkan oleh kelenjar-kelenjar, orang dapat menyetel ekspresi-ekspresi ini sehingga menyeimbangkan pikiran dengan penyeimbangan sekresi-sekresi glandular tersebut.
Selama Asana, postur-posturnya ditahan tak bergerak selama jangka waktu tertentu dan memberikan tekanan kepada kelenjar-kelenjar target sehingga menyeimbangkan sekresi-sekresi mereka. Selain mencegah penyakit dan menjaga tubuh agar tetap fleksibel, asana menyeimbangkan dan mengontrol vrtii seseorang yang sedang bermasalah secara bergantian dan secara bertahap pikiran akan menjadi tenang dan terpusat.
Jadi, untuk orang yang berlatih meditasi, latihan secara teratur asana adalah penting sekali. Sejalan anda menjelajahi keluasan pikiran anda selama meditasi, anda akan mulai merasakan kebutuhan untuk memiliki tubuh yang sehat bagi kesadaran anda yang selalu berkembang tersebut. Tubuh fisik bukanlah sesuatu yang berbeda dan terpisah dari pikiran; tubuh fisik sebenarnya adalah lapisan pikiran yang paling luar dan merupakan ‘Dasar’ bagi meditasi. Sebuah pelatihan Yoga yang lengkap membutuhkan sebuah sistim latihan (Asana) yang berguna untuk membersihkan dan memurnikan tubuh fisik dan untuk mengarahkan pikiran menuju usaha total untuk mencapai Kesadaran Universal.

MENGOSONGKAN PIKIRAN SEPENUHNYA

Meditasi tak pernah merupakan pengendalian jasad. Tidak ada perbedaan aktual antara organisme dengan batin. Otak, sistem syaraf, beserta semua yang kita sebut batin, satu kesatuan adanya, tak terpisahkan. Tindakan alamiah dari meditasilah yang menghadirkan gerakan harmonis dari semua itu.
 Memisahkan jasad dari batin dan mengendalikan jasad ini menggunakan keputusan-keputusan intelektual, menghadirkan kontradiksi; daripadanya terbit beraneka bentuk perlawanan, konflik dan resistensi. Setiap keputusan untuk mengendalikan hanya akan melahirkan resistensi, bahkan tekad untuk itupun mesti diwaspadai. Oleh karenanya meditasi disini adalah memahami pemisahan yang dibawa oleh keputusan tadi.
 Kebebasan bukanlah tindakan yang berasal dari keputusan melainkan tindakan dari persepsi.  Mengerti adalah melakoni. Ia bukanlah sebentuk niat untuk mengerti, kemudian baru bertindak. Betapapun juga, kehendak adalah keinginan beserta segenap kontradiksi- kontradiksinya. Tatkala seseorang mengambil otoritas dari orang lain, keinginan itu menjadi kehendak. Di dalamnya, tak terhindari lagi adanya pemisahan.
 Disinilah tampak jelas kalau meditasi adalah memahami keinginan, bukan mengatasi sebentuk keinginan dengan keinginan lainnya. Keinginan adalah pergerakan sensasi, yang akan menjadi kesenangan dan ketakutan. Dan ini akan tetap bertahan dengan terus-menerus bercokolnya pemikiran akan yang satu atau sebaliknya. Meditasi adalah mengosongkan pikiran sepenuhnya.
 Dari: “Beginnings of Learning”; cuplikan dari Krishnamurti Foundation of America.